Senin, 11 Februari 2013

Hipersensitivitas Dentin


Pengertian

Sensitivitas dentin adalah rasa yang tidak nyaman atau nyeri yang disebabkan rangsangan termal, kimiawi dan mekanik pada satu atau lebih gigi. Rasa sensitif ini terjadi apabila dentin terbuka yang disebabkan oleh resesi gingiva, abrasi, erosi, penyakit periodontal, kerusakan restorasi, atau karies. Tubulus pada daerah yang sensitif lebih lebar dan banyak daripada di area yang tidak sensitif. Daerah sensitif biasanya terletak pada permukaan servikal margin gigi.
Etiologi
Etiologi dari hipersensitivitas dentin adalah resesi gingiva dan hilangnya email. Resesi gingiva dan hilangnya email memiliki banyak sebab dan mengakibatkan terbukanya sementun dan/atau dentin. Sementum yang terbuka karena resesi gingiva menjadi tipis, mudah terabrasi atau tererosi dan bisa menyebabkan hipersensitivitas dentin. Beberapa penyebab resesi gingiva termasuk anatomi labial plate dari tulang alveolar, abrasi sikat gigi, penyakit periodontal dan operasi, kebersihan mulut yang buruk, trauma akut dan kronis, perlekatan frenulum, dan trauma oklusal.
Anatomi gigi dan posisi gigi dapat mempengaruhi ketebalan labial plate dari tulang alveolar. Tipisnya labial plate dari tulang alveolar dapat menyebabkan terjadinya resesi gingiva. Kebersihan mulut yang buruk merupakan faktor yang berkontribusi terhadap resesi gingiva. Plaque-induce gingivitis dapat menyebabkan resesi dan hilangnya perlekatan bila plak kontrol tidak adekuat. Teknik menyikat gigi menyebabkan trauma gingiva juga merupakan faktor penyebab resesi gingiva, yaitu frekuensi, durasi, dan kekuatan menggosok gigi. Kekuatan yang berlebihan dan teknik yang tidak tepat dapat menyebabkan resesi. Trauma oklusal dan perlekatan frenulum merupakan dua faktor yang menyebabkan resesi dan hipersensitivitas. Penyebab resesi gingiva yang lain adalah gingiva cekat yang tidak adekuat, operasi gingiva, skeling dan root planing yang berlebihan, pembersihan gigi dan flossing yang berlebihan, hilangnya perlekatan gingiva karena patologis dan hilangnya perlekatan selama prosedur restorasi. Semua etiologi tersebut memungkinkan terbentuknya permukaan akar yang terbuka yang kemudian menjadi faktor predisposisi dari hipersensitivitas dentin.
Hilangnya email yang mengakibatkan terpaparnya dentin akan mengakibatkan hipersensitivitas dentin. Atrisi, abrasi, erosi dan abfraksi adalah kondisi kerusakan email.. Ketika terjadi hilangnya email dan atau resesi gingiva, dentin atau sementum akan terkelupas dan abrasi yang terjadi lebih cepat daripada email karena komposisi material anorganik dalam dentin maupun sementum lebih rendah. Dalam hal ini dentin akan terabrasi 25 kali lebih cepat daripada email dan sementum akan terabrasi 35 kali lebih cepat daripada email.
Faktor yang mempengaruhi hilangnya email:
  1. Abrasi : Abrasi biasanya disebabkan karena menggosok gigi, seperti metode menggosok gigi, frekuensi menggosok, bahan abrasif pada pasta gigi, dan durasi menggosok gigi adalah faktor yang akan mempengaruhi hilangnya struktur gigi
  2. Atrisi : Merupakan kerusakan email yang disebabkan oleh gigi dalam menjalankan fungsinya.
  3. Erosi : Erosi adalah suatu kondisi yang irrefersibel dan bisa berasal dari dalam maupun luar. Salah satu faktor intrinsiknya adalah tingginya asam lambung dan bulimia, sedangkan faktor entrinsiknya adalah diet makanan yang akan mempengaruhi keasaman mulut. Kerusakan email akan terjadi pada pH di antara 5-5,7. Asam yang tinggi akan merusak email, yang semakin lama dentin akan terpapar dan akan menghilangkan smear layer kemudian akan membuka tubulus dentin yang menyebabkan gigi menjadi sensitif dan nyeri. Dalam hal ini erosi merupakan faktor yang lebih bersar untuk mempengaruhi hipersensitivitas dentin daripada abrasi.
  4. Abfraksi

Klasifikasi Resesi Gingiva
  1. Klas I : Sempit atau lebar, resesi terlokalisasi pada permukaan fasial, papilla interdental masih baik, resesi tidak sampai ke mucogingival line. Dapat dilakukan perawatan lengkap cangkok jaringan lunak (free connective tissue graft). Jaringan dapat menutup 100%.
  2. Klas II : Sempit dan lebar, resesi terlokalisasi pada permukaan fasial, resesi memanjang melewati mucogingival line sampai mukosa bergerak. Masih bisa dilakukan perawatan untuk menutup akar gigi yang terbuka. Dapat dilakukan dengan GTR (Guided tissue regeneration).
  3. Klas III : Resesi gingiva memanjang melewati mucogingival line sampai mukosa bergerak, papila interdental menyusut (mulai mengalami resesi) dan terjadi malposisi gigi. Tidak dapat dilakukan perawatan lengkap. Gingiva bagian akar dapat menutup dengan baik, namun perawatan bedah pun tidak dapat meregenerasi jaringan papila interdental.
  4. Klas IV : Hilangnya tulang alveolar dan jaringan lunak di sekitar gigi. Hilangnya jaringan lunak dapat terjadi karena periodontitis. Regenerasi dari jaringan lunak yang hilang dengan prosedur bedah tidak memungkinkan.

Stimulus yang menyebabkan nyeri dikategorikan menjadi mekanik, termal, kimiawi dan osmotik.
  1. Mekanik : Salah satu contoh faktor mekanik yang menyebabkan hipersensitivitas dentin adalah dehidrasi pada dentin. Udara akan menyebabkan cairan dalam dentin keluar dari alur sehingga mendorong proses odontoblas menjauhi tubulus, menstimulasi saraf sensori pulpa. Selain itu faktor mekanik langsung bisa disebabkan oleh instrumen dental (seperti scaling). Selain itu trauma mekanik juga bisa disebabkan saat sikat gigi. Cara menggosok gigi yang salah dapat menyebabkan resesi gingiva maupun abrasi.
  2. Termal : Nyeri dapat disebabkan juga oleh suhu. Misalnya beberapa orang merasa nyeri ketika makan makanan yang dingin atau panas atau ketika area dentin terekspos air dingin. Hal ini disebabkan karena suhu akan mengekspansi cairan dalam dentin menyebabkan penekanan pada odontoblas yang menyebabkan nyeri.
  3. Kimiawi dan Osmotik : Contoh faktor kimiawi yang menyebabkan hipersensitivitas dentin adalah makanan yang manis, masam, atau makanan yang mengadung asam tinggi. Cairan tubular memiliki osmolalitas yang lebih rendah daripada larutan gula atau garam sehingga cairan tubular akan bergerak menuju larutan dengan osmolalitas yang lebih tinggi. Pergerakan cairan tubular tersebut akan menyebabkan nyeri. Beberapa makanan yang mengandung asam akan larut dalam enamel dan akan mencapai dentin.

Manajemen dan Perawatan
Mengedukasi pasien tentang penyebab dan manajemen hipersensitivitas dentin. Langkah pertama adalah mengindentifikasi penyebab atau etiologi. Setelah itu baru mengedukasi pasien. Modifikasi perilaku seperti instruksi pada teknik menyikat gigi, menggunakan tipe bulu sikat yang tepat (menghindari penggunaan sikat gigi yang medium atau keras) dan menghindari menggunakan terlalu banyak pasta gigi atau pengulangan pengaplikasian pasta gigi saat sedang menyikat gigi. Edukasi tentang penggunaan sikat gigi, floss dan alat interdental penting untuk mencegah hilangnya struktur gigi lebih lanjut dan hipersensitivitas dentin. Modifikasi perilaku lainnya berfokus pada pilihan diet, menghindari minuman yang berkarbonasi, makanan dan minuman asam untuk mengurangi risiko erosi (dan meningkatkan terpaparnya dentin dan hipersensitivitas dentin), dan menghindari minuman dan makanan yang panas/dingin untuk mengurangi stimulasi perpindahan cairan dan impuls transmisi dan menghasilkan nyeri.
Pasien harus diedukasi kapan dia harus menyikat gigi, misalnya tidak langsung menyikat gigi setelah memakan makanan dan minuman asam, lebih baik berkumur dengan air dan menunggu paling tidak 2 sampai 3 jam sebelum menyikat gigi. pasien juga memerlukan edukasi tentang efek pemutihan gigi, pemutihan gigi dapat berkontribusi pada hipersensitivas dentin, karena membuka tubulus dentinalis selama perawatan pemutihan gigi. pasien yang memiliki gigi sensitif harus ditangani dulu sensitivitasnya sebelum perawatan pemutihan gigi dilakukan dan sama seperti pasien yang mengalami sensitivitas selama perawatan pemutihan gigi berlangsung, juga harus diberikan instruksi yang spesifik dan benar.
Pilihan perawatan
Perawatan hipersensivitas dentin meliputi self-applied, at-home desensitizing agent dan professional in-office. Pilihan perawatan dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan metode aksinya.
  1. Untuk memblok tubulus dentinalis, bahan yang dapat digunakan adalah oxalate compounds, stronsium klorid, hidroksietilmetakrilat (HEMA) dan fluoride. Selain fluoride, dapat digunakan kalsium fosfat, kalsium hidroksida, CPP ACP dan kalsium sodium fosfosilikat. Perawatan hipersensitivitas juga melihat pada potensi untuk remineralisasi dengan meningkatkan kadar kalsium dan fosfat pada saliva, serta menstimulasi pembentukan kalsium fosfat atau hidroksiapatit. Kalsium fosfat memblok tubuli dengan membentuk kalsium fosfat, ketika kalsium hidroksida memblok tubuli dan menghasilkan pembentukan peritubular dentin.
  2. Produk yang mengganggu transmisi impuls saraf bekerja dengan meningkatkan konsentrasi ion potasium ekstraseluler dan menyebabkan polarisasi. Eksitasi saraf berkurang dan saraf menjadi kurang sensitif terhadap stimulus. Potasium nitrat merupakan bahan aktif yang menggunakan metode ini.


In office
Glutaraldehid/HEMA-based dapat meredakan hipersensitivitas dengan segera setelah perawatan dan mengurangi permeabilitas dentin. Oxalate-based treatment (protect) juga efektif dalam mengurangi permeabilitas dentin. Pilihan ketiga adalah 5% sodium fluoride varnish yang diaplikasikan secara topikal untuk memblok tubulus dentinalis. Pada awalnya membentuk sebuah barier yang menutupi dentin yang terbuka. Perawatan ini efektif dalam waktu 6 bulan. Terapi laser juga merupakan perawatan hipersensitivitas dentin.

Home-use treatment
Merupakan perawatan yang murah, aman, non invasif dan mudah digunakan. Berdasar mekanisme aksinya, perawatan di rumah dikategorikan menjadi dua
  1. Perawatan rumah yang mengganggu transmisi saraf : Bahan yang paling sering digunakan adalah 5% potasium nitrat. Ion potasium bekerja dengan memenetrasi sepanjang tubulus dentinalis dan memblok repolarisasi serabut saraf A. Peningkatan potasium ekstraseluler memungkinkan konsentrasi yang cukup besar untuk mendepolarisasi serabut saraf dan tidak memungkinkan terjadinya repolarisasi. Sebagai hasilnya, transmisi saraf tidak terjadi menyertai paparan stimulus dan pasien tidak akan merasakan sensasi atau sensitivitas nyeri. Dentifrices memiliki kemampuan mereduksi hipersensitivitas dalam waktu 2 minggu ketika digunakan dua kali sehari.
  2. Perawatan rumah yang memblok tubulus dentinalis : Perawatan ini dapat dalam bentuk pasta gigi, gel, dan obat kumur. Salah satu bahan aktif yang sering digunakan adalah fluoride. Stannous fluoride (0,4%) diketahui dapat meredakan hipersensitivitas dentin. Ketika fluoride diaplikasikan pada dentin yang terbuka, terjadi presipitasi dan memblok tubulus dentinalis. Selain fluoride, CPP ACP, CP dan kalsium sodium fluoride. 5% dan 7,5% sodium fosfosilikat efektif meredakan hipersensitivitas dentin. CPP ACP membantu menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.


Daftar Pustaka
Daniel, S.J., and Harfst, S.A., 2004, Dental Hygiene : Concepts, Cases and Competencies. Mosby, St. Louis Missouri, p. 429-437.
Saylor, C. D., dan Overman, P. R., 2011, Dentinal Hypersensitivity: A Review, The Academy of Dental Therapeutica and Stomatology, 1-16.

Posisi Dokter Gigi, Perawat dan Pasien


Saat ini, kedokteran gigi dianggap sebagai profesi yang menuntut ketelitian dan konsentrasi tinggi. Selain itu, kinerja dokter gigi juga terkait dengan gangguan muskuloskeletal, terutama leher dan tungkai atas, serta nyeri punggung bawah. Cedera tersebut dapat menyebabkan pensiun dini (Gandavadi, 2007). Area kerja (mulut) yang terbatas sehingga dokter gigi perlu mengadopsi postur atau posisi kerja yang fleksibel untuk mencegah terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSD).
Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan dalam bidang kedokteran gigi, profesi di bidang ini juga turut berkembang. Dahulu, cukup hanya dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang terdiri dari Dentist, Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Di Indonesia, pelayanan kedokteran gigi dilakukan oleh 2 orang yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi.
Risiko penyakit muskuloskelatal dapat diminimalkan dengan memaksimalkan efektivitas posisi operator, pasien dan peralatan. Konsep ergonomi diperkenalkan di kedokteran gigi dalam rangka untuk memperbaiki kondisi kerja operator, konsep kerja yang meliputi posisi duduk dan Four Handed Dentistry.

Posisi Operator
Berdiri
  • Berdiri tegak, kedua kaki bertumpu diatas lantai
  • Berat badan dibebankan pada kedua telapak kaki
  • Mulut pasien setinggi siku operator

Duduk
  • Duduk kedua kaki bertumpu diatas lantai, lengan kaki bagian bawah membentuk sudut 90° dengan lengan kaki bagian atas / paha.
  • Punggung lurus, bahu simetris sama tinggi.
  • Jarak mata ke medan kerja + 6 inci
  • Pandangan ke medan kerja tidak terhalang
  • Mulut pasien sama tinggi dengan siku operator



Posisi Pasien
Duduk
Untuk Operator yang Berdiri
  • Pasien duduk pada kursi gigi sedikit miring ke belakang (slight backward tilt)
  • Berat badan pasien bertumpu pada sudut yang dibentuk oleh alas kursi dan sandaran punggung
  • Posisi mulut pasien membuat sudut 30° dengan bidang horisontal.
  • Mulut pasien setinggi siku operator

Untuk Operator yang Duduk
  • Pasien duduk di kursi gigi sedikit miring ke belakang
  • Posisi mulut pasien membuat sudut 45° dengan bidang horisontal
  • Mulut pasien setinggi siku operator


Telentang (Supine Position)
  • Pasien tidur telentang pada kursi gigi
  • Semua tubuh tertopang pada kursi gigi
  • Kepala segaris dengan punggung
  • Otot leher dan kepala berada pada posisi normal/istirahat
  • Mulut pasien setinggi siku operator dan setinggi lutut asisten

Sikap Duduk Asisten
  • Asisten duduk posisi lebih tinggi dari operator
  • Kedua kaki bertumpu pada kursi asisten
  • Lutut asisten setinggi mulut pasien
  • Punggung lurus
  • Pandangan asisten dan operator ke medan
  • Pandangan harus jelas tak terhalang

Four Handed Dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan dengan 4 tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2 tangan asisten. Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di sekitar Dental Unit yang disebut Clock Concept. Zona kerja diidentifikasi menggunakan wajah pasien sebagai wajah/ muka jam dengan kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien. Zona kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s zone, assistant’s zone, transfer zone dan static zone.
Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zone adalah zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone adalah daerah tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten. Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan memberikan alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien.

Keempat zona tersebut untuk right-handed operator adalah:
Area Operator (Operator’s zone) : Jam 7 – 12 (Aktivitas Operator)
Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 2 – 4     (Aktivitas Asisten)
Area Transfer (Transfer zone) : Jam 4 – 7 (Instrumen diberikan)
Area Statis (Static zone) : Jam 12 – 2
Keempat zona tersebut untuk left-handed operator adalah:
Area Operator (Operator’s zone) : Jam 12 – 5 (Aktivitas Operator)
Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 8 – 10   (Aktivitas Asisten)
Area Transfer (Transfer zone) : Jam 5 8 (Instrumen diberikan)
Area Statis (Static zone) : Jam 10 – 12

Daftar Pustaka
Chaikumarn, M., 2004, Working Conditions and Dentist’s Attitude Towards Proprioceptive Derivation, Int. J Occup. Safety and Ergonomics (JOSE), 10 (2): 137.
Chaikumarn, M., 2005, Differences in Dentists’ Working Postures When Adopting Proprioceptive Derivation vs. Conventional Concept, Int. J Occup. Safety and Ergonomics (JOSE), 11 (4): 442.
Daniel, S.J., dan Harfst, S.A., 2004, Dental Hygiene: Concepts, Cases, and Competencies, Mosby, St. Louis, Missouri.
Finkbeiner, B.L., 2010, Four-Handed Dentistry, Part 1: An Overview Concept, J Crest Oral B.
Gandavadi, A., 2007, Assessment of Dental Student Posture in Two Seating Conditions using RULA methodology – A Pilot Study, British Dent. J., 203 (10): 601.
Hokwerda, O., de Ruijter, R and Saw, S., 2006, Adopting a Healthy Sitting Working Posture During Patient Treatment, OPTERGO.
University of British Columbia. (2008). Dental Clinical Ergonomics: study module.


Enlargement Gingiva


Pembesaran gingival juga dikenal sebagai hiperplasi atau hipertropi gingival didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan gingiva yang tidak normal. Penyebabnya adalah

Pembesaran ginigiva karena inflamasi
Pembesaran gingival dapat lokal atau general dan merupakan respon inflamasi yang biasanya terjadi ketika plak berakumulasi pada gigi. Dalam kebanyakan kasus, pasien tidak melakukan kebersihan mulut yang efektif. Gusi yang terserang kondisi ini seringkali lunak, halus, merah dan mudah berdarah. Kondisi ini dapat diatasi dengan praktek kebersihan mulut yang efektif untuk menghilangkan plak dan iritan lain ada gigi.

Pembesaran gingival berhubungan dengan obat
Pasien yang menggunakan obat tertentu dapat memicu timbulnya pembesaran ginigva. Gambaran klinisnya jaringan ginigiva tidak lunak, warnanya pink pucat dan tidak mudah berdarah. Dalam kasus yang parah, ginigiva menutup mahkota gigi dan menyebabkan penyakit periodontal. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan penghentian pemakaian obat. Namun, apabila penghentian konsusmsi obat tidak dapat dilakukan diperlukan operasi penghilangan dari kelebihan ginigiva (gingivektomi). Kondisi ini bergantung pada tingkat akumulasi plak pada gigi, keparahannya dapat dikurangi dengan kebersihan mulut yang efektif.
Obat yang dapat menyebabkan pembesaran gingival
  1. Phenytoin (antikonvulsan)
  2. Cyclosporine (imunosupressan yang digunakan untuk mencegah penolakan organ setelah transplantasi, dermatitis atopic, arthritis rheumatoid, dan sindrom nefrotik)
  3. Calcium channel blocker (obat kardiovaskuler yang digunakan untuk mengontrol kondisi hipertensi,nyeri dada dan detak jantung yang tidak beraturan, contohnya nifedipine, amlodipine dan verapamil)

Hereditary Gingival Fibromatosis
Keadaan ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai pada masa anak-anak. Kondisi ini dapat terjadi general atau lokal, gingival tidak lunak, pembesaran gingival dengan warna pink pucat. Seringkali operasi penghilangan gingival dilakukan untuk mencegah impaksi dan displacement gigi. Pengulangan operasi mungkin diperlukan karena sering kambuh.

Penyakit sistemik yang menyebabkan pembesaran gingival
Terdapat berbagai macam kondisi sistemik yang data memicu pembesaran gingiva, seperti kehamilan, ketidakseimbangan hormon dan leukemia. Sama halnya dengan pembesaran ginigiva yang berhubungan dengan obat, kebersihan mulut yang efektif dapat mengurangi risiko pembesaran gingival.

Daftar Pustaka
Anonim, Patient Information Sheet: Gingival Enlargement, The American Academy of Oral Medicine, p. 1-4.

Periodontal Emergencies



Keadaan darurat periodontal adalah suatu keadaan atau gabungan berbagai kondisi yang berpengaruh buruk terhadap jaringan periodontal dan memerlukan tindakan segera (Lawrence dan Fedi, 2005).
Kasus emergensi harus dirawat dengan segera. Namun, untuk menghindari kejadian yang dapat merenggut nyawa diperlukan dokumen riwayat kesehatan umum, memperhatikan obat yang dikonsumsi pasien (antikoagulan) dan melakukan penilaian terhadap infeksi (endokarditis, HIV), adanya alergi dan kejadian-kejadian sebelumnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan klinis dan radiografi bagi pasien emergensi sebelum dilakukan perawatan.
Yang termasuk dalam kategori situasi emergensi periodontal dan perawatannya adalah medikasi topikal dan perawawatan mekanis untuk NUG yang akut, perawatan poket akut dan supuratif, pembukaan abses periodontal, ekstraksi segera dari gigi, masalah akut dari kombinasi endodontik dan periodontal serta perawatan trauma.
Untuk kondisi yang emergensi, tidak boleh dilakukan perawatan invasif/radikal, karena pada kondisi ini jumlah bakteri meningkat banyak dan bisa menyebabkan terjadinya bakteremia yang bisa mengakibatkan pasien meninggal. Sebaliknya, perawatan yang sebaiknya dilakukan adalah debridemen, tindakan invasif baru dilakukan bila kondisi akut pasien menurun.
Menurut Gehrig dan Willmann (2003) keadaan darurat periodontal meliputi
Abses Jaringan Periodonsium
Abses Gingiva
Variasi abses jaringan periodonsium yang terjadi pada jaringan periodontal yang sehat ketika obyek asing menyerang ke dalam sulkus gingiva. Abses ini terbatas pada area gingiva margin dan papila interdental.
Abses Periodontal
Variasi abses lain dari jaringan periodontal. Biasanya terjadi pada area yang terserang penyakit periodontal, termasuk area dimana terdapat poket periodontal. Periodontal abses ini biasanya menyerang struktur yang lebih dalam dari periodonsium dan tidak terbatas pada gingiva margin seperti pada abses gingiva, melibatkan ligamen periodontal dan tulang alveolar.
Etiologi:
  1. Poket periodontal yang dalam
  2. Perlawanan terhadap obyek asing di dalam jaringan pendukung gigi
  3. Penghilangan kalkulus yang tidak lengkap

Tanda dan gejala abses jaringan periodonsium:
  1. Pasien mendeskripsikan nyeri yang terlokalisasi dan terus menerus
  2. Bengkak yang terlokalisir pada jaringan lunak
  3. Bila dilihat dari gambaran radiografis, kehilangan tulang alveolar tidak melibatkan apex
  4. Gigi memiliki pulpa yang vital

Perawatan abses jaringan periodonsium:
  1. Drainase pus
  2. Debridemen permukaan gigi pada area abses
  3. Penanganan nyeri yang meliputi kontrol ketidaknyamanan

Langkah perawatan yang umumnya dilakukan adalah
  1. Menganestesi gigi yang terlibat
  2. Membuat jalan drainase pus
  3. Skaling gigi pada area abses
  4. Menyemprot area dengan saline steril
  5. Membetulkan oklusi gigi bila diperlukan
  6. Menginstruksikan pasien untuk beristirahat, berkumur dengan saline hangat

Abses Perikoronal (Perikoronitis)
Adalah suatu abses yang sering terlihat pada gigi molar ketiga. Karena molar ketiga sering tidak mempunyai space yang cukup untuk erupsi secara penuh, gigi bisa tertutup dengan jaringan yang menutupi permukaan oklusal (operkulum) dan bisa terinfeksi.
Tanda dan gejala:
  1. Nyeri disekeliling gigi yang erupsi sebagian
  2. Pembengkakan jaringan lunak dan kemerahan disekitar gigi yang erupsi sebagian
  3. Pada kasus yang parah, disertai dengan keterbatasan membuka mulut (trismus), demam dan pembengkakan limfadenopati

 Perawatan:
  1. Drainase pus
  2. Irigasi dibawah permukaan operkulum dengan saline hangat
  3. Menghilangkan nyeri

Langkah perawatan
  1. Memberikan anestesi lokal jika diperlukan untuk mengontrol ketidakyamanan yang disebabkan oleh jaringan
  2. Menggunakan saline steril untuk mengirigasi bawah permukaan operkulum
  3. Menghilangkan debris atau plak yang terakumulasi pada area tersebut
  4. Melakukan penjadwalan ulang untuk menilai perawatan

Penyakit Nekrosis Periodontal
Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)
Sering disebut dengan punched out papillae. Secara klinis tampilan NUG adalah papila yang nekrosis. Area yang nekrosis tersebut tertutup oleh lapisan abu-abu-putih yang disebut dengan pseudomembran. Pseudomembran ini terdiri atas sel-sel yang telah mati, bakteri dan debris. Pasien dengan NUG biasanya menunjukkan perdarahan pada jaringan gingiva. Perdarahan ini merupakan hasil dari kerusakan pembuluh darah kecil pada jaringan konektif yang normalnya dilindungi epitelium.
Etiologi:
  1. Merokok
  2. Intake nutrisi kurang
  3. Stres
  4. HIV positif

Tanda dan gejala:
  1. Nyeri oral
  2. Perdarahan gingiva
  3. Gingiva yang nekrosis
  4. Adanya pseudomembran pada area yang terkena
  5. Pembengkakan limfodenopati
  6. Rasa ketidaknyamanan yang tidak jelas (malaise)
  7. Kenaikan suhu tubuh
  8. Halitosis parah

Kriteria yang paling signifikan yang digunakan untuk mendiagnosis NUG adalah adanya nekrosis interproksimal dan ulserasi, riwayat rasa sakit dan nyeri yang cepat.

Perawatan:
  1. Debridemen/penghilangan pseudomembran dengan larutan H2O2 3%
  2. Skaling gigi
  3. Plak kontrol

Langkah perawatan:
1.      Kunjungan pertama
a.       Menghilangkan pseudomembran secara hati-hati
b.      Membersihkan kalkulus (skaling) supragingiva
c.       Menginstruksikan pasien melakukan kontrol plak di rumah
-          Berkumur dengan air garam
-          Makan makanan yang lunak, mengandung susu, kaldu
-          Minum air yang banyak
-      Hindari makanan yang digoreng, kasar, pedas, keras, kurangi merokok dan minum alkohol
-         Istirahat yang cukup
d.      Menginstruksikan pasien untuk kontrol setelah 24 jam
2.      Kunjungan kedua
a.       Memeriksa kembali OH pasien dan melakukan skaling supragingiva
b.      Memotivasi pasien untuk melakukan kontrol plak
c.       Menganjurkan pasien untuk kontrol setelah 24-48 jam
3.      Kunjungan ketiga
a.       Memeriksa kembali OH pasien dan melakukan skaling
b.      Melakukan rujukan ke dokter umum bila tidak kunjung sembuh
c.       Menginstruksikan untuk kontrol pada hari ke 7-10
4.      Kunjungan keempat
a.       Memeriksa prosedur kontrol plak
b.      Memeriksa adanya kalkulus dan iritan lain, bila ada dihilangkan
c.       Melakukan evaluasi untuk perawatan selanjutnya

Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)
Tanda dan gejala:
Tanda dan gejala dari NUP hampir sama dengan NUG, namun kondisi ini juga menyerang struktur periodonsium yang lebih dalam, seperti tulang alveolar.
Perawatan:
Perawatan NUP sangat kompleks dan biasanya memerlukan konsultasi medis. Bila pasien NUG datang ke klinik dokter gigi, perlu dilakukan rujukan ke periodontis.

Herpetic Gingivostomatitis
Herpetic gingivostomatitis adalah keadaan yang dihasilkan dari infeksi virus herpes simplex. Infeksi ini biasanya terjadi pada anak-anak atau dewasa muda, tetapi dapat menyerang segala usia.
Tanda dan gejala:
  1. Nyeri oral disertai kesulitan makan dan minum
  2. Kenaikan suhu tubuh
  3. Malaise
  4. Sakit kepala
  5. Pembengkakan limfonodi
  6. Pembengkakan jaringan gingiva (oedem)
  7. Vesikel dan ulcer jaringan gingiva dan kadang di bibir, lidah dan palatum.
  8. Perdarahan jaringan gingiva

Perawatan:
  1. Menekankan pikiran bahwa penyakit ini adalah penyakit yang menular
  2. Penyakit ini mengalami kemunduran 12-20 hari, sehingga perawatan yang dilakukan hanya perawatan pendukung.
  3. Pada beberapa pasien, perawatan melibatkan medikasi antiviral, antipiretik, dan analgesik
  4. Mengontrol ketidaknyamanan dengan memberikan topikal anestesi untuk sementara untuk memudahkan pasien makan dan minum.
  5. Menganjurkan untuk sering minum untuk menghindari dehidrasi


Daftar Pustaka
Ajar, H. A., and Chauvin, P. J., 2002, Acute Herpetic Gingivostomatitits in Adult: A Review of 13Cases, Including Diagnosis and Management, Journal of the Canadian Dental Association, 68 (4), 247-251.
Fedi, P. F., dkk., 2005, Silabus Periodonti (terj), edisi 4, EGC, Jakarta, h. 204-213.
Gehrig, S. N. and Willmann, D. E., 2003, Foundation of Periodontics for Dental Hygienist, 2nd Ed., Lippincott William & Wilkins, USA, p. 391-402.
Muller, H. P., Periodontology: The Essential, 2004, Thieme Medical Publishers, New York and Stuttgart,  p. 100-102.
Newman, M. G., et al., 2006, Carranza’s Clinical Periodontolgy, Tenth Ed., Elsevier, St. Louis Missouri, p. 706-714.
Patel, P. V., et al., 2011, Periodontal Abscess: A Review, Journal of Clinical and Diagnosis Research, 5(2), 404-409.
Rose, L. F., and Mealey, B. L., Periodontics: Medicine, Surgery, and Implants, Elsevier, USA, p. 27-28.
Sankar, V., and Terezhalmy, G. T., 2010, Herpetic Infections: Epidemiology, Clinical Manifestations, Diagnosis, and Treatment, Crest Oral B at dentalcare.com Continuing Education Course, p. 1-18.
Wolf, H. F. and Hassel, T. M., Color Atlas of Dental Hygienist: Periodontology, 2006, Thieme Medical Publisher, New York, p. 217-220.